Oleh:
M. Taufik1) , Abdul Wahid Hasyim2) , Teguh Hariyanto1), Haryo Sulistyarso3)
taufik_srmd@yahoo.com, https://awhasyim.wordpress.com/,
teguh_hr@geodesy.its.ac.id, fiefa07@yahoo.com
1) Dosen Pasca Sarjana Teknik Sipil FTSP-ITS, bidang Penginderaan Jauh
2)Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Malang, sedang menempuh S3 Penginderaan Jauh di Institut Teknolologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya,
3) Dosen Pasca Sarjana Teknik Sipil FTSP-ITS, bidang PWK
Abstraksi
Sebagai kota terbesar ke dua di Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta jiwa yang memiliki fungsi sebagai pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur menambah lengkap alasan sebagai magnet kota yang selalu memberikan peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya.
Berdasarkan citra Landsat 7 ETMKota Surabaya yang memiliki luas 335.4Km² atau 372.667 piksel, secara fisik mengalami pertumbuhan permukiman yang sangat pesat 20,36% dan 4,81% (2002-2009) terhadap luas kota. Pembangunan jalan sebagai jalur transportasi memberikan kontribusi terbesar (12.9%) dibanding variabel lainnya terhadap pertumbuhan kota (Woodruff dan Brown dalam Abdul Wahid Hasyim, 1995).
Melalui teknologi penginderaan jauh dan SIG, dilakukan pengolahan terhadap citra Landsat 7 ETM tahun 2002-2009, dimana citra Landsat (tahun 2009) harus diolah terlebih dahulu agar data-data yang hilang dapat diperbaiki disebut sebagai filling scan gap.
Setelah dilakukan pengolahan citra dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood dan teknik overlay pada SIG diperoleh prasarana jalan dari (tahun 2002-2009) mengalami peningkatan 43.191 unit piksel atau 38,87km² (46,29%) atau 11,59% terhadap luas kota, dan mengurangi jumlah RTH seluas 9873 unit piksel atau 8,9 km². Secara total luas perubahan guna lahan RTH (ruang terbuka hijau) dan mangrove yang juga disebabkan oleh kegiatan lainnya sejak tahun 2002-2009 dari yang awalnya 60,2 km² (tahun 2002) menjadi 36,68 km² (tahun 2009) atau tinggal 10,94% terhadap luas total kota.
Kata kunci: Perluasan, Perubahan Guna Lahan, Penginderaan Jauh, dan SIG
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu elemen ‘Sistem Transportasi’, pengembangan prasarana jalan akan memberikan dampak terhadap perubahan lahan (Miro, 1997). Sedangkan, pertumbuhan kota sangat dipengaruhi oleh adanya populasi dan kegiatan, yang berdampak pada penggunaan lahan (land use) (Johara T Jayadinata, 1999).
Kota akan semakin besar karena jumlah penduduknya yang semakin banyak. Ketertarikan tinggal di perkotaan menjadi sangat kuat (pull forces) karena berbagai kemudahan ditawarkan, antara lain: pusat hiburan, pusat komersial, pusat pendidikan, tempat kerja, transportasi, dll.
Kemudahan transportasi menjadi salah satu pertimbangan para pengembang (developers). Tidak jarang suatu pemukiman baru selalu menambahkan dalam bahasa iklannya mudah dijangkau sekian menit dari kawasan pendidikan, kawasan belanja dan lain-lain agar menjadi daya tarik bagi penggunanya.
Seperti pada Kota Surabaya yang memiliki luas 335.4Km², merupakan kota terbesar ke dua selalu melakukan pembangunan demi memberikan pelayanan terbaik bagi warga kotanya. Secara fisik pembangunan umumnya dibedakan sebagai area terbangun (built up area) dan area tidak terbangun (un built up area).
Pembangunan fisik yang telah berjalan dari tahun ke tahun di hamparan permukaan tutupan lahan (land cover) Kota Surabaya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan prasarana jalan sebagai pemicu terbesarnya suatu pembangunan (Woodruff dan Brown, 1971 dalam AWHasyim, 1995). Melalui teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan SIG (sistem informasi geografis) pembangunan atau perluasan prasarana jalan Kota Surabaya dari tahun 2002-2009 dapat diketahui.
Disusun pertanyaan riset sebagai berikut, bagaimanakah mengetahui pembangunan atau perluasan prasarana jalan Kota Surabaya serta perubahan guna lahannya dari tahun 2002-2009 dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan SIG?
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan SIG agar memperoleh informasi pembangunan atau perluasan jalan untuk kepentingan perencanaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besar perluasan prasarana jalan dan perubahan fungsi lahannya.
1.3 Lingkup Pembahasan
Menganalisa pembangungan atau perluasan prasarana jalan Kota Surabaya dengan memanfaatkan data citra landsat 7 ETM tahun 2002 dan 2009 menggunakan SIG.
Mengevaluasi pembangungan atau perluasan prasarana jalan Kota Surabaya terhadap penggunaan lahan khususnya RTH (ruang terbuka hijau).
2. Dasar Teori
2.1 Tutupan Lahan (Land Cover) dan Penginderaan Jauh (Remote sensing)
Tutupan lahan (land cover) perkotaan secara fisik dapat dibedakan menjadi 2 macam kawasan, terbangun (built up area) dan tidak terbangun (unbuilt up area), sedangkan menurut sifatnya dibedakan menjadi kedap air (impervious surfaces) dan meneruskan air (infiltrate surfaces). Kedap air (impervious surfaces) adalah segala permukaan yang tidak dapat meresapkan air kedalam tanah dan umumnya berkaitan dengan kegiatan transportasi seperti; jalan, jalan bebas hambatan, pedestrian, perparkiran, dan bangunan (Qihao Weng, 2008), sebaliknya yang bersifat meneruskan air (infiltrate surfaces) adalah tutupan lahan yang belum atau tidak mengalami pembangunan seperti; kawasan konservasi, pekuburan, sempadan sungai, sungai, hutan dan taman. Kawasan terbangun (built up area) yang dimaksud pada penelitian ini adalah kawasan yang juga kedap air (impervious surfaces) akibat tertutup oleh material bangunan.
Dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh tutupan lahan tersebut dapat terekam dan terbaca yang dihasilkan dari pantulan panjang gelombang () tergantung materi tutupan lahannya tanpa harus menyentuh secara langsung (Lillesand dan Kiefer, 2004, Sutanto, 1998).
Pemanfaatan data remote sensing sejak akhir 30tahun-an secara ekstensif telah digunakan untuk mengamati perubahan lingkungan dan tutupan lahan (land cover) (Colby dan Keating 1998). Pada penelitian ini digunakan data citra Landsat 7 ETM yang memiliki 7 band (multispektral), lebih menguntungkan dari sisi kepentingan klasifikasi dibandingkan dengan citra lain yang memiliki jumlah band lebih sedikit. Diharapkan pada monitoring perluasan prasarana jalan, perubahan luasan yang terjadi termasuk alih guna lahannya dapat diketahui mendekati kondisi sebenarnya.
2.2 Perubahan Guna Lahan (Land Use Change) dan Nilai Pantulan Spectral
Spectral adalah daya pisah objek berdasarkan besar spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data dan mempengaruhi besarnya radiometrik (derajat keabuan berkisar 0-255). Pantulan sangat bergantung dari panjang gelombang () masing-masing materi tutupan lahannya (Brandt Tso, Paul Mather, 2009). Kisaran panjang gelombang yang berkisar antara 0.3-2.5 μm dan pantulan spectrum yang tidak tetap menunjukkan kadar perubahan tutupan lahan yang berbeda sehingga menjadi celah pada penelitian ini untuk diamati
Prasarana jalan merupakan tutupan lahan yang kedap air (impervious surfaces) karena menggunakan bahan atau material aspal juga beton, sehingga melalui band tertentu dari citra Landsat7 akan memiliki kesamaan nilai pantulan spectral. Di sisi lain terjadinya perubahan guna lahan sebagai dampak perluasan jalan akan diketahui berdasarkan letak dan dimensinya.
Perubahan lahan tidak dapat dihindari sebagai akibat perluasan prasarana jalan yang merupakan media terjadinya interaksi kegiatan satu dan lainnya (Johara TJ, 1999). Prasarana jalan dikatakan sebagai penghubung wilayah satu dan lainnya, sehingga berdasarkan konsep, kegiatan dan modelnya mengindikasikan pola dan bentuk suatu kota (Bauer Wurster, 1973; Bryant,1982; Coppack, 1988; Bryant, Coppack 1991; Fujii, Hartshorn 1995).
2.3 Mengelola Data Menggunakan SIG
Setelah dilakukan proses pengolahan terhadap citra landsat 7 ETM selanjutnya diolah kembali menggunakan teknologi SIG, karena kemampuannya mengkombinasikan atribut berbagai data dan warna sehingga membantu dalam pengambilan suatu keputusan.
Secara aplikasi SIG (www.swedesurvey.se, 2002) untuk menghasilkan informasi spasial terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu: mengorganisasi (organising); melakukan kompilasi dan pemilahan terhadap data-data yang diperoleh secara raster maupun vektor, menganalisis (analysing); melakukan perintah (query) berdasarkan titik (point), garis (line) maupun bidang (polygon), menghasilkan peta (map production); berupa grafis yang memuat atribut dengan berbagai kombinasi data dan warna, lihat Gambar 2.1
Gambar 2.1. Tiga unsur aplikasi SIG
Sumber: http://www.swedesurvey.se, 2002
3. Metodologi
3.1 Lokasi Penelitian
Dipilih Kota Surabaya mengingat sebagai kota terbesar di Jawa Timur, dengan potensi pertumbuhan kota yang pesat. Jumlah penduduk yang berkisar 3 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1.5%/tahun (http://www.surabaya.go.id/dispenduk/?view=artikel&id=1, 2010) dan luas kota 335,4 Km² yang tidak bertambah, tentu menambah beban kota akibat kegiatan kota yang meningkat. Salah satunya kebutuhan perluasan prasarana jalan untuk menghubungkan kegiatan satu dan lainnya. Ketersediaan data citra Landsat 7 ETM tahun 2002 dan 2009, turut menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi.
3.2 Alat dan Bahan
PC Intel(R) Core (TM)2 Duo, E4600 @ 2.4 Ghz
GPSMap 60 Csx
Software Mapsource v 6.15.1
ErMapper v7.1
ArcGIS 9.3 dan ArcView 3.3
Citra Landsat 7 ETM tahun 2002 dan 2009
3.3 Metode
Pada proses klasifikasi untuk menghasilkan pengkelasan yang akurat berdasarkan data distribusi DN (Digital Number) digunakan klasifikasi Maximum Likelihood berdasarkan perhitungan statistik (rerata variance/covariance), fungsi probabilitas (Bayesian), sehingga dalam sampel (training area/ sites) setiap piksel dapat dipastikan masuk dalam kelas yang mana (Brandt Tso, Paul Mather, 2009). Dengan formula sebagai berikut:
Dimana, nilai Pr (probability) dari w_j (bobot terpilih yang terbesar j) pada vektor x.
3.4 Proses Pengolahan Citra Landsat 7 ETM
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir berikut (gambar 3.1).
3.5 SLC- OFF Pada Citra Sesudah Tahun 2003
Pada website (http://landsat7.usgs.gov/slc_enhancements/gapfilled1.php, 2010) menjelaskan bahwa, Landsat 7 TM/ETM semenjak tanggal 31 Mei tahun 2003 terdapat kegagalan (off) pada SLC (scan line corrector) sehingga sekitar 22% data tidak terbaca (scan gap) pada citra. Untuk mengisi data citra yang hilang (filling scan gap) pada piksel dengan tepat, digunakan metode dengan asumsi,
Y≈GX+B
dimana,
Y= bagian utama yang terkena SLC off
G= pengisian histrogram pada citra utama yang terhapus
X= bagian citra pengisi (SLC on)
B= data bias histogram pada citra utama yang terhapus
4. Hasil dan Diskusi
4.1 Penentuan Kelas Tutupan Lahan (Land Cover)
Kota semakin tumbuh dan menjadi daya tarik karena salah satunya didukung oleh potensi lahannya, sehingga dapat meningkatkan nilai lahannya. Ada 5 faktor yang dapat berpengaruh terhadap nilai tanah (Djoko Sujarto,1982; dalam AWHasyim, 1995) sebagai berikut:
a. Faktor fisik dasar, misalnya topografi, iklim, kondisi tanah (meliputi daya dukung dan drainase alam),
b. Faktor fisik geografis , misalnya lokasi geografis yang strategis,
c. Faktor prasarana dan sarana,, misalnya jaringan jalan, utilitas umum (meliputi jaringan air minum, jaringan drainase, sanitasi lingkungan, sumber air alami), jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, jaringan gas,
d. Faktor fasilitas kebutuhan, misalnya pasar/pertokoan, pendidikan, peribadatan, kesehatan, hiburan, pemerin¬tahan,
e. Faktor lingkungan, misalnya pencemaran, kebisingan, kenyamanan lingkungan, kebersihan lingkungan, kepada¬tan bangunan dan penduduk, faktor kritis bencana alam.
Sesuai kebutuhan penelitian dibuat klasifikasi 6 kelas yang dianggap secara fisik akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan kota, antara lain: 1) perkotaan/ permukiman, 2) vegetasi berdahan besar (termasuk mangrove), 3) lahan terbuka, 4) tubuh air; sungai, dan tambak, 5) perkerasan/bangunan beton, dan 6) jalan dan rel. Setelah dilakukan penghitungan statistik pada citra untuk melihat distribusi piksel training site, selanjutnya dilakukan klasifikasi terawasi Maximum Likelihood seperti pada gambar 3.2 bagian A dan B.
4.2 Perluasan Prasarana Jalan dan Perubahan Guna Lahan
Pengamatan dilakukan pada bidang piksel berukuran 964×587 atau sejumlah 565.868 piksel (=565.868x30x30m²= 509.281.200m²= 509.3Km²) sebelum di subset (pemotongan citra) pada koordinat 675292.1 LS, 9204680 BT-702592.1 LS,9210500 BT. Fokus penelitian berada pada bidang piksel seluas 372.667 piksel atau 335.4Km², dengan masing-masing hasil klasifikasi pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas Kelas Tahun 2002 dan 2009
Untuk memperoleh lokasi sebaran perluasan prasarana jalan, digunakan teknik overlay dengan membandingkan citra Landsat7 ETM akhir amatan (2009/ gambar 4.1 bagian D) dikurangkan (image difference) dengan citra awal amatan (2002/ gambar 4.1 bagian C). Diperoleh beberapa jalan tetap tidak berubah sejak dari tahun 2002 hingga tahun 2009 seluas 45,10km², dan terdapat tambahan jalan baru seluas 38,87km², atau terjadi peningkatan 11,59% (gambar 4.1 bagian E)
Perubahan lahan yang terjadi akibat kegiatan penyediaan prasarana jalan, melalui teknik overlay pada citra Landsat7 ETM (2009) prasarana jalan dilakukan perubahan tematik (thematic change) terhadap vegetasi yang mewakili RTH (2002). Ditunjukkan beberapa RTH hilang seluas 9873 unit piksel atau 8,9 km² dengan sebaran seperti pada gambar 4.1 bagian F.
Gambar 4.1 Klasifikasi, Prasarana Jalan dan Perubahan Lahan
Penjelasan Gambar E
5. Kesimpulan
Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut;
1. Proses pengisian data hilang (gap filling process) pada citra Landsat7 ETM tahun 2009 dilakukan hingga diperoleh hasil terbaik dengan syarat, citra pengisi diambil pada tahun yang sama, dan dipilih pengisi dengan prosentase awan dibawah 10%.
2. Untuk kepentingan pengukuran perluasan prasarana jalan dan perubahan guna lahan, semua citra menggunakan sistem proyeksi UTM 49-S dengan sistem koordinat yang harus sama yaitu WGS ’84.
3. Metode klasifikasi Maximum Likelihood cukup baik dengan mengandalkan kesamaan nilai digitalnya (DN), kelemahannya sulit membedakan piksel untuk tubuh air (sungai) apabila bersebelahan dengan prasarana jalan. Maka, dibantu dengan hasil tracking GPS untuk membedakannya.
4. Resolusi spasial citra Landsat 7 ETM 30m dengan 7 band dan kesalahan koreksi geometrik (RSME)= 0,18 piksel atau 162m² atau kurang dari 1 piksel= 900 m², sangat sesuai untuk keperluan mengamati perubahan lahan secara kuantitatif.
5. Pada Perubahan guna lahan khususnya RTH Kota Surabaya yang pada tahun 2009 tinggal 10,54%-nya dari total luas Kota Surabaya adalah dampak akumulasi kegiatan-kegiatan lainnya, karena dari perluasan prasarana jalan sepanjang 1295,7 Km atau 38,87Km² hanya merubah guna lahan RTH sebesar 8,9 km². Perlu dilakukan penelitian pada kegiatan lainnya untuk mengetahui terjadinya perubahan guna lahan khususnya terhadap RTH.
6. Perbedaan luas total Kota Surabaya dapat disebabkan ketidaktepatan pada proses digitasi penentuan batas administrasi (vektor).
6. Daftar Pustaka
Abdul Wahid Hasyim, (1995), Penetapan Faktor-Faktor Pengaruh Terhadap Peningkatan Harga Tanah, Tesis S2, PWK-ITB, Bandung
Bauer Wurster, C. (1973), The Form and Structure of the Future Urban Complex, In The Urban Future, edited by E. Chinoy. New York: Lieber-Atherton, 43-72.
Brandt Tso, Paul Mather, (2009), Classification Methods For Remotely Sensed Data, Taylor & Francis Group, LLC
Bryant, C. R., Russwurm, L. H., McLellan, A. G. (1982). The City’s Countryside: Land And Its Management In The Rural-Urban Fringe. London: Longman.
Bryant, C. R., Coppack P. M. (1991). “The City’s Countryside.” in Canadian Cities in Transition, edited by T. Bunting and P. Filion. Toronto: Oxford University Press, 209-39.
Coppack, P. M. (1988). “The Evolution and Modeling of the Urban Field.” in Essays on Canadian Urban Process and Form III: The Urban Field, edited by P. M. Coppack, L. H. Russwurm, C. R. Bryant. Waterloo, Ontario: Department of Geography, University of Waterloo, 5-27.
Fidel Miro (2004), Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi, Erlangga, Jakarta
Fujii, T., Hartshorn, T. A. (1995). The Changing Metropolitan Structure of Atlanta, Georgia: Locations of Functions and Regional Structure in a Multinucleated Urban Area. Urban Geography 16: 680-707.
Jayadinata, T. J. (1999), Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Penerbit ITB. Bandung.
Sutanto, (1998), Penginderaan jauh, Jilid I, Fakultas Geografi, Gajah Mada University Press.